Laman

Kamis, 06 September 2012

Dialog Dua Bawang

"Ia Ndorooo ..." "Cepat Bawang Putih" "Ia Ndorooo ..." "Ia Ndorooo ... Ia NdoroooTerus" "Aku Kan Atit Buuuu ..." "Sakit Opo Toh???" "Atit Anassssss. Mau Es Krim Connello Buuu " "Tadi Sudah Toh? Gmn Seh? " "Mau Lagi ndo '... Hahahahaha" "Loh kok ndo 'Hahahahaha"            "Cepat Bawang Putih" "Ia Bawang Merah .... Eh, Bawang Bombay" "Tinggal di Goreng .." Wkwkwkwkwkwkwk ....  
Sore itu, beberapa tahun yang lalu. Jemuran yang melambai syahdu Pun menjadi saksi. Hehe ... Aku kembali terkekeh Mereplay Rekaman itu.    Bayangan dua gadis kelelahan hadir melintasi pikiranku. 'Bukit Derita' menjadi taman indah yang dilalui dengan banyak tawa. 'Kuda Palestina' menjadi kendaraan paling menakjubkan yang pernah ada. 'Mie Telur' menjadi makanan favorit yang tak terlupakan. 'Connello Brownise' Hmmmm .... Tiada Duanya. 'Once' Bawang Merah Banget (Peace :). 'Warung Sederhana' ada Kenangan indah disana. "BM" Hmmm .. Apa ya??? Xixixi. Ada rasa yang tiba-tiba menyelinap. Rindu.    Aku sangat percaya tidak ada yang kebetulan, setiap inci hidup adalah garis takdir yang telah Allah rangkai dalam setiap kehidupan hamba-Nya, begitu pun pertemuan kami. Hingga hari ini aku bersyukur telah menjadi salah satu sahabatnya.   Kami berbeda. Ia Bawang Merah dan aku Bawang Putih. Ia Si Cuek Ulung yang sering menarik emosiku, sedangkan aku layaknya wanita kebanyakan yang terlalu banyak memakai perasaan yang membuat dia geram. Ia tidak akan pernah bisa tidur dengan tenang jika tidak ada angin yang berhembus dengan deras, sedangkan aku tidak bisa berlama lama dalam kedinginan. Ia lebih suka menguji Adrenalinnya di Tornado Dufan, sedangkan aku lebih suka menonton operet Monyet Dufan yang begitu membosankan. Hehe ... kalau di pikir, bagaimana mungkin kita bisa menyatu. Tapi ternyata itulah hidup. Tidak akan indah dunia ini, jika hanya ada satu warna. Meskipun berbeda tapi kami bisa menyatu, seperti halnya pelangi yang terlihat indah karena perbedaan warnanya, setiap warna saling mengisi dan memahami, hingga akan tercipta suasana yang harmonis.    Sampai Hari ini ia tetap sahabatku. Pulau bukan alasan untuk memisahkan kami. Walau Tingginya Monas atau Luasnya sungai mahakam membentang, aku tetap merasa, ia ada di samping ku. Sahabat bukan yang selalu membenarkan kita, seperti dia yang selalu mengoreksi ku dengan caranya sendiri. Aku banyak belajar dari persahabatan ini.    Darinya aku belajar bahwa si bungsu tak selalu harus di rumah, ia juga mampu berkelana, walau disana ia harus bersahabat dengan kesendirian. Dulu aku mengejeknya saat ada tetasan yang mengalir dari sudut matanya di ujung malam, tapi kali ini aku merasakan, bahwa tetesan itu bukan lambang kelemahan, tapi lambang kerinduan yang di jadikan kukuatan untuk terus bertahan. Aku mengalami apa yang ia rasakan.    Darinya aku juga belajar bahwa si Manja juga bisa dewasa. Kehidupan mengajarkan bahwa setiap orang pasti akan tumbuh dewasa tapi untuk menjadi dewasa, itu adalah pilihan. Kehidupanlah yang mencetak kedewasaan seseorang karena itu bersahabatlah dengan Lemah dan kerasnya kehidupan, maka di sana kau akan temukan bagaimana proporsionalnya kedewasaan. Allah menghadirkannya dalam hidupku, dan aku tak henti-hentinya bersyukur akan itu.    Untuk seseorang yang begitu berarti, untuk seseorang yang menyentuh hidupku dengan cara yang berbeda. Aku berdoa Semoga Allah menjadikan Persaudaraan ini sebagai pintu jalan untuk pertemuan di surga yang Abadi.    Untuk yang terakhir. Semoga Senantiasa "Legowo" dalam meyikapi episode kehidupan. Semoga mendapat gelar "Lc" yang di cetak sendiri (Heee. ..). Dan Semoga yang terbaiklah yang menjadi Rahasia Takdirmu ^ _ ^ dan kenakalan kita tidak bisa melewati batas limitnya. Oke teman.    Ya Allah ... Terima kasih engkau hadirkan ia dalam hidupku. -Piet-

Tidak ada komentar: