Laman

Minggu, 10 Januari 2010

The Meaning of Life



Life?? How About your Life?? Apa yang ada dalam pikiranmu saat pertanyaan itu di tujukan kepadamu??? Ehmmm...
Mungkin ada yang menjawab : Hidup bagai air yang mengalir, atau Life is Money atau mungkin Life…Enjoy aja…hehe. Dan tentunya masih ada banyak deratan jawaban yang lain.
Suatu hari di antara rimbunnya pohon jambu klutuk. Seekor ulat kecil yang kira-kira berusia beberapa hari terlihat lahap menggrogoti tepi daun jambu klutuk muda yang segar.

Semakin lama terlihat semakin lebar rongga yang dia ciptakan. Dia harus mengisi energi untuk terus bertahan hidup hingga Beberapa waktu kemudian dia pun harus ikhlas mengurung dirinya dalam balutan kepompong. Itu adalah babak yang harus dia lewati, sampai pada waktunya dia harus berjuang keras untuk mengalahkan cairan yang membalut tubuhnya hingga terasa menyesakkan. Tapi sang ulat tak lantas berputus asa dan diam, ia terus berjuang dari hari-hari panjangnya dalam kepompong. Hingga suatu hari ia akan siap untuk keluar dan menghirup segarnya oksigen dalam wujud yang baru. Kupu-Kupu.
Begitulah, saat sang ulat mampu melewati proses demi proses dalam hidupnya hingga akhirnya ia dapat berubah menjadi kupu-kupu yang cantik. Kepak sayapnya telah kuat untuk menari diantara semerbak bunga, hingga berjuta mata akan takjub menyaksikan kecantikannya. Seluruh organnya telah siap untuk menghirup sari bunga yang sangat lezat.
Seperti halnya ulat, ia tidak lantas menjadi kupu-kupu yang cantik. Begitupun juga manusia, tidak ada bayi yang langsung berlari saat baru di lahirkan, kalau ada pasti akan berabe jadinya. Kita tidak lantas menjadi seperti sekarang, karena jauh sebelum hari ini ada proses yang telah kita lewati.
Coba kita Flashback jauh kebelakang. Jauh sebelum hari ini. Jauh sebelum kita ada dalam kandungan ibu. Dimanakah kita????
Jawabannya hanya Allah yang tau…
Tapi Allah memberikan kita isyarat ketika kita berdialog dengan Allah sebelum Allah meniupkan Ruh kita kedalam seonggok daging yang ada di rahim ibu. Sebuah perjanjian yang kelak akan di mintai pertanggung jawaban. Lailahaillallah….
Lantas kita bersarang dalam rahim ibu. Sadar atau tidak kita sadari, kita hanyalah seonggok daging yang di ciptakan dari sari pati tanah yang menjijikkan. Sadar atau tidak kita sadari jauh sebelum hari ini, kita menumpang dalam kandungan ibu. Ibu yang mungkin tidak jarang kita sakiti hatinya, karena lisan atau perbuatan kita.
Setelah beberapa bulan dalam kandungan ibu, kita semakin terbentuk menjadi tulang belulang yang di balut oleh daging. Semakin jelas dan semakin berfungsi organ tubuh kita, hingga akhirnya terwujudlah The Miracle of Life. Saat kita memasuki alam dunia. Saat bibir mungil kita dulu menjerit merasakan hawa baru. Saat tubuh tak berdaya kita diangkat oleh senyuman penuh bahagia menyambut. Saat telinga kita pertama kali mendengar lantunan adzan yang di kumandangkan di telinga kita. Saat kita memasuki babak baru.
Saat itu, kita ibarat kertas putih yang polos, tanpa noda. Kertas yang siap untuk di tulis atau di gambar. Sekarang coba kita rasakan, apakah kertas putih itu telah terisi dengan baik, apakah tulisannya tersusun rapi dengan gambar warna warni yang menawan. Ataukah hanya penuh dengan coretan-coretan tak jelas, bentuk, arti dan warnanya?.
Aku jadi teringat salah satu surat cinta dari Allah dalam kitab-Nya. Bunyinya ”Tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”. Sebuah ayat yang mengingatkan bahwa kita tidak di ciptakan tanpa tujuan.
Allah masih mengizinkan kita menghirup gratis oksigen-Nya hingga hari ini. Selama itu, apa yang telah kita lakukan?. Apakah kita telah melaksanakan ibadah secara patuh dan benar?. Apakah kita telah mampu mensucikan Cinta kita hanya pada Allah?. Apakah kita telah mampu membahagiakan kedua orang tua kita dalam rangka ibadah kita kepada-Nya?. Apakah kita telah mengoptimalkan potensi kita agar bermanfaat bagi sesama? Apakah kita telah mampu mengisi hari-hari kita dengan kepatuhan kepada-Nya?
Atau mungkin kita belum melakukan apa-apa?? Dan lebih sibuk dengan keegoisan diri kita, melalaikan ibadah kepada-Nya, bahkan hanya untuk melukis senyuman di bibir orang tua kita pun kita belum mampu, apatah lagi untuk bisa berbagi dengan sesama.
Sampai hari ini, Allah masih memberi kita kesempatan, dan sekaranglah waktunya kita untuk berbuat, memperbaiki segala sesuatu yang perlu untuk di perbaiki. Memperbaiki keegoisan kita menjadi kepedulian, mengubah kesombongan menjadi kepatuhan, mengubah sedih orang tua menjadi senyuman, mengubah kesia-siaan menjadi lebih bermanfaat. Karena jika waktunya telah tiba, tidak ada lagi yang mampu kita lakukan. Karena kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban dari setiap episode hidup kita.
Hingga Akhirnya waktu itu akan tiba. Waktu saat Allah memerintahkan malaikat izrail untuk mengambil milik-Nya dalam tubuh kita. Menyabutnya dengan kesakitan yang amat sangat, dari ujung kaki hingga ubun-ubun. Dan tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki. Semua telah berakhir.
Di sana kita di tunjukkan dua pilihan. Surga dengan sungai-sungai indah yang mengalir di bawahnya atau neraka yang bahan bakarnya adalah jin dan manusia.
Dan kita lah yang memilih.



Piet_Han
Mengeja setiap episode hidup di antar gerimis.
13 November 2009

Puisi : Satu Cinta


Selamat malam wahai malam
lelapkan aku dalam gulitamu
agar esok ku sambut embun dengn lebih ceria

selamat malam cinta
lindungi aku dari kegulitaan malam
agar gelapnya gulita tak menyentuh dinding hatiku

selamat malam para bintang
hiasi tidurku dengan pesonamu
agar cinta itu mengalun di setiap episode mimpi indahku

selamat malam rembulan
sadarkan aku akan penciptamu
agar aku dapat menempatkan-Nya
sebagai binatang terindah di Hatiku

Selamat Malam Para Malaikat
buat aku mengerti bahwa hati ini
hanya cukup untk satu Cinta-Nya.

-Piet-

Puisi : Bayang dalam Sholat


Kuluruskan niat dalam bening hati
Kurangkai kata hingga membentuk iftitah
didahului takbir
Ku pusatkan satu pikirkan dikepala
agar khusuk menjalankanya

Kusambung rukuk lalu i’tidal
dalam guncangan asa yang pasrah
Kujatuhkan tubuh hingga ku bersujud pada-NYA

Terbayang sebuah bayang
Ka’bah dianara kedua mataku
Syurga di samping kananku
neraka disamping kiriku
dan malaikat izrail dibelakangku


Diary Kedewasaan


Menengok kemasa kecil dulu. Hidupku hanya berkisar antara buang air, makan, main dan tidur. Semua nyaris di bantu ibu. Tak ada pikiran berat yang harus menggumpal di kepalaku. Emm...sungguh menyenangkan.
Beranjak sedikit dewasa. Aku merasa ada yang berubah pada diriku, seperti halnya obat. Kali ini obat yang di berikan kepadaku terasa lebih lebih pahit.

Ketika aku beranjak sedikit dewasa. Aku mulai bingung memaknai arti kedewasaan, aku mulai memahami bahwa setiap orang harus memiliki jati diri.
Saat aku mulai mencari makna dari kedewasaan. Aku mulai melihat diriku yang lain. Aku mulai ingin di perhatikan, rambutku yang dulu tidak ku perhatikan kini mulai rapi oleh sisir yang tak pernah absen dari tasku dan aku mulai ingin menunjukkan
”Ini Lo Aku”.
Disaat yang sama, aku mulai melihat diriku yang lain. Aku bukan lagi anak kecil yang terus merengek ketika keinginannya tidak di kabulkan atau bertingkah semaunya tanpa peduli kondisi sekeliling. Lalu aku berfikir. Apakah ini yang dinamakan kedewasaan?
Disaat aku terus memaknai arti kedewasaan. Aku mulai memikirkan sulitnya bapak menafkahi kami atau sabarnya ibu menghadapi kenakalan anak-anaknya yang dulu hampir tak pernah terpikirkan olehku. Aku juga mulai melihat hiruk pikuk kehidupan yang rumit. Lebih enak menjadi anak kecil pikirku. Tapi setelah aku pikir Lebih jauh. Ah...bodohnya aku, jika ingin terus berada dalam fase kekanak kanakan.
Suatu hari aku mulai merasakan kegelisahan (Rokku telah berwarna abu abu tingkat 2) saat masalah demi masalah seolah ngantri dalam kehidupanku. Kadang aku hanya bisa berlari menghindar atau pasrah pada pertolongan orang lain. Dan aku rasa, bukan ini yang di namakan kedewasaan. Aku juga mulai merisaukan hidupku, saat aku di hadapkan pada arah hidup yang harus aku pilih. Lagi lagi aku harus mencari.
Pencarian yang panjang memang, tapi itulah hidup. Karena hidup adalah pilihan. Kemana kita harus melabuhkan hati, langkah dan fikir kita.
Usiaku telah mencapai angka 17, angka yang sering di jadikan banyak orang sebagai Patokan kedewasaan. Secara usia bisa di bilang aku telah dewasa, tapi bagaimana dengan fikirku? Karena kedewasaan tidak cukup hanya dipandang dari sudut usia.
Di suatu malam, aku sedang menonton seputar indonesia di televisi.
”Begitulah aksi anggota dewan terhormat di ruang paripurna, baku hantam pun akhirnya tidak bisa terhindari”
Kurang lebih begitulah Rosiana silalahi membacakan berita malam itu. Aku kembali berfikir. Secara usia mereka adalah orang-orang yang dewasa, bahkan sangat dewasa. Tapi tingkah mereka belum pantas di katakan dewasa, karena hanya anak kecil saja yang menyelesaikan permasalah dengan teriakan dan lemparan mainan, karena kedewasaan mampu berfikir untuk menyelesaikan setiap permasalahan tidak dengan kekerasan.
Di hari yang lain ada sepasang kekasih yang akhirnya memutuskan untuk menabrakkan diri mereka yang sedang berpelukan di antara lajunya kereta api, karena orang tua sang wanita tidak menyetujui hubungan mereka. Aku rasa ini juga bukan arti dari kedewasaan, karena kedewasaan akan mampu, membawa arah cinta pada pelabuhan yang sejati.
Karena itu aku terus memburu kedewasaan seiring dengan usiaku yang terus bertambah.
Tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang calon ibu muda saat aku dan teman-taman mengadakan kunjungan amal di sebuah panti asuhan. Usianya baru 17 tahun, Wajahnya manis dengan balutan jilbab yang melilit di lehernya, badannya tinggi langsing, sebentuk senyum selalu menghiasi bibir indahnya, yang setelah beberapa menit percakapan kami, baru aku ketahui bahwa baru satu pekan, ia mulai memakai jilbab menutup auratnya. Dan yang membuat aku sedikit terlonjak adalah bayi yang di kandungnya adalah hasil perkosaan, tapi tetap ia sayangi. Aku agak Tercengang mendengar kisah sahabat baruku itu. Kurang lebih 4 bulan waktu yang ia butuhkan untuk kembali bangkit dari trauma di perkosa lebih dari 1 orang. Tapi di sinilah aku melihat kedewasaan.
Dia mampu bangkit di tengah masalah terberatnya, dia tidak ingin membuang waktu lebih lama untuk terus menangisi takdir buruk dalam satu episode hidupnya karena dia harus menyelesaikan episode-episode lain yang harus dia jalani. Dan mengisi penantian kelahiran bayinya dengan menjadi relawan di panti asuhan khusus menjaga balita. Ketika ku tanya kenapa dia mau menjadi relawan? Dia menjawab, dia hanya ingin belajar menjadi seorang ibu, karena ia merasa terlalu muda saat nanti menjadi seorang ibu, agar ia mampu menjadi ibu yang baik ketika bayinya lahir.
Setelah setahun sejak pertemuan kami barulah aku tahu, bahwa ia tetap menangis merasa kehilangan saat bayi yang ia kandung, Allah takdirkan untuk tidak melihat dunia. Inilah cinta seorang ibu pada anaknya walau ia sangat benci pada orang yang telah secara paksa menanam benih di rahimnya.
Inilah pelajaran kedewaasaan yang aku dapatkan. Mampu bijak menghadapi permasalahan seberat apapun dan mampu menghadirkan nuansa lain dalam setiap permasalahan, sehingga setiap permasalahan mampu berakhir happy ending, apapun akhirnya.
Dewasa memandang masalah, bahwa hidup adalah tempat masalah, tapi bagaimana cara kita memandang setiap masalah.
Dewasa memandang hidup, bahwa hidup bukan hanya tempat bersenang senang dan berleha leha tapi ada makna tanggung jawab dalam setiap episodenya.
Dewasa memandang kematian, bahwa kita harus bersiap-siap karena kita tidak pernah tau kapan malaikat izrail akan datang menjemput.
Dewasa memandang cinta, Bahwa cinta mampu melihat mana yang baik dan mana yang buruk dan mampu menempatkan cinta pada fitrah yang sebenarnya.
Dewasa memandang kedewasaan, bahwa kedewasaan adalah proses pembelajaran. Pembelajaran untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan memiliki jati diri.
Dewasa memandang Diri, bahwa diri ini adalah hamba yang selalu terlihat dan akan kembali pada-Nya.
-Aku adalah aku-
Dimanapun aku melangkah
Itualah aku
Apa dan siapapun di sekelilingku
Aku adalalh aku
Menjadi apapun diriku
Aku adalah aku
Aku bukan dia atau mereka
Aku hanya seorang hamba yang selalu terlihat oleh-Nya
Dan kepada-Nya aku akan kembali.
Samarinda, 14 Maret 2009
(Piet_han)


Sabtu, 09 Januari 2010

Pusdima POLNES Vs Tugas Akhir


Di depan komputer. Entah jam berapa…
Alhamdulillah, aku berucap syukur atas limpahan nikmat yang selalu tercurah dari Allah, sehingga hari ini jari-jari tanganku masih mampu untuk menari diatas keyboard computer. Meskipun aku sendiri bingung apa yang harus aku tulis.
Tak ada orang disini, hanya Brother yang menemaniku dalam syair Untukmu teman yang tidak hanya mengema seisi kamarku tapi juga menggema dalam hatiku. Menerobos ruang-ruang sepi yang sebenarnya telah terisi dengan orang-orang yang hadir dalam setiap episode kehidupan yang Allah takdirkan untukku. Bagiku Mereka semua sangat berharga bahkan sangat istimewa. Karena tanpa mereka episode kehidupanku akan membosankan seperti Film telenovela yang terkesan bertele-tele. Tapi dengan mereka, semuanya menjadi lebih berwana.

Sekali lagi aku berucap syukur, atas nikmat persaudaraan yang Allah takdirkan untukku. Ketikku lagi, lalu terhenti
Ku sandarkan badanku pada kursi berusaha menggurangi letih di badan, aku belum sempat memejamkan mata sejak semalam karena harus menyelesaikan Tugas Akhir yang sangat menguras otakkku. Mataku masih lurus menatap monitor computer.
^_^
“Afwan, proposal masih harus di revisi karena perubahan acara kemaren jadi belum bisa di sebar” seorang ikhwan berusaha menjelaskan, padahal waktu yang tersisa sampai hari H kurang dari satu Setengah bulan. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Ruang kelas Teknik Kimia menjadi saksi perjuangan Mujahid dan Mujahidah dakwah kampus POLNES untuk terus mensyiarkan Islam di Kampus hijau.
Pukul empat kurang seperempat Azdan Ashar berkumandang dari mesjid Ad Dinurrasyid. Syuro di pending, sejenak memenuhi pangilan Allah Rabbul Izzati, sekaligus berusaha menenangkan hati dan Fikir agar tetap jernih dan dapat menghasilkan ide-ide berilian untuk mensukseskan acara tahunan Semarak Muharam.
Langit Sore terlihat bersahabat, berwarna biru jernih dengan segerombolan burung yang terbang membentuk formasi yang indah. Angin semilir menerpa wajah, membasuh kepenatan hati dengan setumpuk fikiran.
Ba’da Ashar syuro dilanjutkan, membahas setiap sisi yang harus di bahas. Bisa di pastikan syuro baru akan selesai saat mentari telah lelah menjalankan tugasnya, tapi semangat mereka akan terus ada. Itulah perjuangan, itulah jual beli yang Allah tawarkan. Dan hanya orang-orang pilihan yang Allah takdirkan untuk mengemban amanah dakwah ini. Hingga POLNES menjadi kampus yang islami dan di Rahmati oleh Allah Robbul Izzati.
^_^
Aku tersadar dari Imajiku…satu episode terlintas begitu saja. Aku merindukan masa itu. Jariku menyentuh keyboard lagi.
Masa dimana awal aku mengenal bahwa pengorbanan adalah makna Dakwah yang sesungguhnya.
Masa yang menyadarkanku bahwa mengIslamikan Kampus POLNES adalah kewajiban ,karena untuk menggapai ridho Allah dan karena mayoritas Mahasiswa/I POLNES adalah muslim.
Masa di mana syuro menjadi suatu kewajiban, bukan agenda yang di paksakan.
Masa dimana Bercenkerama dengan adik-adik binaan menjadi suatu keharusan dalam usaha dakwah Fardiah memunculkan muejahid-mujahidah dakwah kampus POLNES.
Masa dimana berkumpul bersama dalam sebuah ruangan yang berisi computer di sudut ruangan, rak untuk menyimpan File-File arsip, perlengkapan seadanya, dan di luar ruang terdapat plang yang bertuliskan “ Sekertariat Pusat studi Islam Mahasiswa Politeknik Negeri Samarinda”.
Masa Letih bersama, masa Tertawa bersama, masa menangis bersama.
Masa-masa yang banyak mengajarku tentang sebuah arti yang pasti.
Jariku kembali terdiam. Imajiku kembali berkelana.
^_^

Mesjid Ad Dinurrasyid ramai di penuhi mahasiswa/I serta dosen POLNES, jam 12.15 memang jadwal mesjid Ramai karena waktunya untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Waktu favorite karena tepat di waktu ini, kami menyempatkan diri berkumpul bersama saudara yang lain. Sholat dzuhur bersama, taujih singkat (Proker SPU) meskipun sering bolong-bolong, bercengkrama menyatukan ikatan hati yang memang harus di bangun, berdiskusi merancang agenda-agenda spektakuler yang akan di laksanakan, atau hanya sekedar Curhat tentang isi hati. Hehe...
karena dari ikatan ukhuwah yang kuat kerja-kerja besar pun akan sukses terlaksana dan karena Allah sangat mencintai Persaudaraan yang terangkai karena cinta-Nya.
Proses pembelajaran yang menyenangkan. Belajar untuk bijak menghadapi orang, belajar memahami persaudaraan, belajar menyelesaikan permasalahan (mulai dari masalah Eksternal hingga Virus Merah jambu), belajar memurnikan Cinta, belajar berkorban (dari Isi kantong hingga korban perasaan), dan belajar memaknai bahwa hidup dalah proses pembelajaran.
^_^
Fhuh...ketika aku lulus dari POLNES nanti aku pasti sangat merindukan masa itu. Jariku bergerak lagi..
Di sana kami bersama-sama belajar banyak hal, karena itu cerita dan persaudaraan ini akan tetap terkenang dan tersimpan rapi dalam ruang hati yang telah kutata khusus untuk orang-orang yang aku sayangi, dan sesekali akan kutengok untuk kembali menguatkan semangat yang kadang melemah.
Karena semua ini proses, maka proses ini tak boleh berhenti. Kampus adalah proses pembelajaran awal, dan masyarakat adalah proses pembelajaran yang sesungguhnya.
Untuk Pengurus PUSDIMA POLNES Teruslah berjuang mengIslamikan Bumi POLNES, dan bagi kita yang akan meninggalkan kampus POLNES terus lanjutkan perjuangan ini di Ladang Jihad Allah yang lain. Suatu saat kita akan berkumpul lagi di Surga Allah yang abadi bersama para Rasul dan Sahabat.Amien..

26 Juli 2008, di tengah Pusinknya Tugas Akhir dan Kerinduan.(Intifadhah05)