Laman

Kamis, 25 November 2010

Dalam Dekapan Ukhuwah : Aku Bertutur.

Bulan semakin merangkak ke bukit, tutur malam semakin ramai menghias gulita. Sedangkan aku ! Hmmm…Disini, tertatih tatih dalam letih. 10 jam, waktu yang harus ku tempuh meniti perjalanan panjang dari tempatku mengais rezeki sebagai Abdi Negara, jauh di seberang sungai Mahakam, melewati jalan berkelok diantara berhektar-hektar hutan dan pohon sawit, melintasi jalanan berlubang karena terlalu sering di lintasi Truck-Truck tambang. Berharapa lampu-lampu kota segera menyambutku. Kalau bukan karena rindu Ibu, mudah saja kutahan rinduku. Kalau bukan karena senyum ayah, sudah ku pilih menunda kepulanganku.
Pukul 22.00 waktu Indonesia bagian tengah. Akhirnya sampai juga. Letih yang tertatih ini terbayar dengan senyum dan pelukan hangat dari seisi rumah. Senang bisa menikmati suasana rumah lagi, setelah 2 bulan lebih Pekerjaanku membentengi kebersamaan kami. Kamarku tidak berubah, seprainya juga masih sama, bantalnya juga masih dua, heee….tapi…Upssss…ada yang menarik perhatianku di atas meja. Sebuah buku tergeletak, dengan cover warna hitam bertuliskan : Dalam dekapan Ukhuwah, Sallim A. Fillah. Huuaaaaaaaa….buku yang sangat sulit ku temukan di seberang mahakam sana. Ngantukku berbinar, mualku segar, letihku menggantung di Plafon kamar, saking senangnya. Tidak ku siakan waktu, besok saja ku cari tau, siapa si empunya buku ini. Bibirku tersungging senyum melahap kata, diksi, dan aksara Salim A. Fillah, luar biasa. Diantaranya bayang-bayang muncul dari terali purba.
***
Berkilaulah dalam dekapan Ukhuwah…Bab Pertama Kubuka.
Kampus Hijau. Di mulai dari sini aku ingin bertutur. Sebenarnya ini Rindu, Rindu yang membawaku kembali pada bayang-bayang yang merangkulku dalam dekapan ukhuwah.
Kampus hijau, seperti rumah kedua bagiku. Jadwal Kuliah Politeknik dengan system paket menyedot hampir 6 jam waktuku dalam sehari, dengan seabrek jadwal kuliah, praktikum, job training, sampai small project. meskipun awalnya dengan setengah hati aku melegalkan diri di kampus ini. Tapi, Allah lah penulis sekenario hidup terbaik, jika kita mau memahaminya, lebih dalam lagi. Allah tidak menjanjikan langit selalu biru, ada badai yang merisaukan hati, tapi jika kita mau mencoba lebih bersabar, Allah telah menyiapkan pelangi di ujung badai. Dan Di kampus hijau ini, aku menemukan Pelangiku. Dalam satu wadah, bukan wadah orang-orang baik berkumpul, tapi wadah orang-orang yang ingin baik berkumpul. “Pusat Studi Islam Mahasiswa”.
“De, sudah makan belum? Entar Maghnya kambuh Loh” Pertanyaan yang tak jarang kudengar dari Mba-Mba Sholehah yang sering menjadi inspirasiku.
Ukhti, Jam 9, Di Mesjid, Qta Dhuha Bareng. Oke. Pesan singkat dari Salah satu saudari. Di kampus ini, kami berasal dari berbagai jurusan, tapi ada satu tempat yang menyatukan kami, Mesjid.
“Mba, Pengen Curhat, Ba’da Dzuhur di bawah pohon ketapang ya” Senyum sumringah terlukis manis dalam balutan jilbab merah muda. Ade tingkatku, calon ahli analis kimia muslim masa depan.
Ya Allah..Syukur tak terhingga, engkau himpunkan hamba bersama mereka dalam Persaudaraan ini. Mereka telah mengisi ruang-ruang kosong dalam hati hamba, Ruang yang telah hamba rancang khusus untuk orang-orang yang hamba sayangi.
Ambil Cintamu di langit, Tebarkan di Bumi…..
Semakin ke sini, cinta itu semakin berkilauan dalam dekapan ukhuwah. Sehingga sayang, jika cinta itu hanya ada di Langit, kami coba memetiknya dan menebarkannya di Bumi. Persaudaraan ini bukan karena ikatan darah apalagi kepentingan Materi, tapi persaudaraan ini karena-Mu, Duhai Pengasih.
Betapa Persaudaraan ini begitu nikmat. Tawanya, menjadi mimpi-mimpi yang senantiasa di rindukan, tawa yang menjelma cinta, cinta yang di bagi kepada makhluk di seluruh penjuru bumi. Cinta-Nya.
Sedihnya, menjadi elok. Karena kadang, mimpi tak datang tepat di hadapan. Selalu ada luka dalam perjuangan. Itu biasa. Perjuangan tak akan indah tanpa tantangan. Bergeraklah walau berat.
Kecewanya, menjadi Nikmat yang tersirat dari-Nya. Karena Aku, dia, dan mereka hanya manusia biasa. Seharusnya, satu kesalahan tidak menghapus sejuta kebaikan yang lalu.
Sengketanya, menjadi Pembelajaran sarat ilmu. Untuk kemudian kita kan kembali mendaki walau tertatih, hingga di puncak segala hubungan, yakni, taqwa.
Lelahnya, menjadi Nikmat yang tak tergambarkan. Karena lelah ini tidak untuk jalan-jalan di Mall, tidak untuk Nonton TV berjam-jam, tidak untuk hari yang tersia-siakan, tapi lelah ini, melahirkan peluh kebaikan,
Masih banyak Pernak-pernik perjuangan yang lain, tapi satu hal, tebarkan cinta di Bumi, meski kaki harus terseok-seok.
Tanah Gersang…
Perjuangan menebarkan cinta di Bumi, memang tidak mudah dan ringan, tapi Persaudaraan ini, dapat menjadi air yang perlahan menetesi tanah gersang. Seperti salah satu kisahku dalam persaudaraan ini.
“Koordinsinya kita Pending.” Jawaban singkat sekaligus penutup dari penjelasan panjang perihal keterlambatanku, meluncur dari Sang ketua yang memimpin kami dalam wadah ini . Fhuh…tak ada niat terlambat koordinasi, sungguh. Kalau saja barang itu tidak lenyap dari tas favoritku.
Bencana, Handphoneku lenyap, menghilang, dari tas yang selalu aku bawa kemana-mana, entah jatuh, tercecer atau…Huuuuu…sedih. Betapa gersangnya tak punya Handphone. Telat informasi, menghambat komunikasi. Mulai dari terlewatnya informasi kuliah yang lebih sering lewat sms, koordinasi, Pesan Nasehat yang seharusnya ku kirim paling tidak seminggu sekali, Curahan isi hati, sampai hak saudari-saudariku, semuanya terabaikan. Apalagi Amanah membawahi Para Putri dalam wadah ini, mengharuskanku selalu berkomunikasi dengan mereka.
Ya Allah…Hanya kepada-Mu, tempat terindah untuk mengadu, lelah.
“Membangkitkan kembali kekuatan ummat itu, di mulai dari sini ukhti” Ucapan seorang Ukhti, sambil menunjuk ke dada. “Di mulai dari Diri sendiri” Lanjutnya lagi. “Biarkan kelelahan itu lelah mengejar kita”.
Bata demi Bata, Menara Cahaya…Sebenarnya pada Bab ini, Mataku nyaris lelah, tapi nikmatnya membaca dan bayang-bayang ini, mendominasi kantuk dan lelahku.
Kejaayaan Islam itu Pasti, meskipun Ujungnya belum tampak. Paling tidak, kita menjadi salah satu Batu Bata Penyusun Menara Cahaya. Meskipun tanpa Handphone Pastinya. Dan kami berusaha menjadi bata-bata itu. Berharap Cahayanya tak redup karena ada prajurit-prajurit yang senantiasa menghiasnya.
Membangun Menara, tak kan mampu di emban satu dua tangan. Kita butuh bermilyar tangan, karena itu teruslah menyiapkan bata-bata penyusun. Tapi sendiri akan terasa berat, keberadaan saudara di samping, akan semakin menguatkan.
“Kalau anti butuh untuk komunikasi, pake aja HP ana. Gratisss” Tangan itu menjulur ke arahku, tak ketinggalan senyum khasnya. Dia merelakan Handphonenya aku pakai bergantian dengannya, karena dia juga butuh alat komunikasi itu. Tak hanya satu saudari yang menawarkan. Subahanallah...HPku Hilang hanya satu, tapi Allah menggantinya Lebih dari satu. Alhamdulillah..Meskipun hanya dengan meminjam, sangat membantu komunikasiku.
Maunya segera ke counter untuk membeli Handphone baru, tapi meminta pada Ayah, sama saja membuat beban lelaki yang ku kasihi itu, aku tidak mau.
Sebening Prasangka…
Berbaik sangkalah pada Manusia, terlebih-lebih pada Allah. Karena Syetan sering menjelma dalam Prasangka-Prasangka. Ukhuwah itu tak lepas dari Prasangka. Adakalanya bibir tersenyum indah, tapi Hati berkawan cela.
Syukur Pada Allah, mentakdirkanku lahir dalam keluarga besar. Kami enam bersaudara, aku bungsu. Satu kakak tercantik dan empat ksatria aku miliki. Sebenarnnya merekalah yang pertama menyeret dan mendorongku merasakan ini semua. Karena itu, kepada mereka, ku kirimkan permintaanku. Dana, untuk membeli Handphone. Heeee..dayung bersambut, kurang dari sebulan rekeningku terisi dana yang meski tak seberapa tapi sangat bermakna. Love and Miss you My Sist’ Bro…
Hari itu, sedang sibuk-sibuknya kami menggelar “Bank Jilbab” Proker para Putri. Ada perasaan lain, melihat wajah-wajah baru dengan penampilan baru, Anggun dengan Kerudung yang tersemat indah di kepala. Otomatis, perhatian kami terkuras. Meskipun Handphone belum sempat ku beli, aku masih bisa menggunakan Handphone Salah seorang Saudari yang hari ini mengikhlaskah Handphonenya untuk ku gunakan, karena banyak yang harus kuhubungi. Terimakasih kawan…
Dan Prasangka itu, belajar di kendalikan disini.
“Ukhti, Boleh ana ambil Handphone ana lagi. Ana mau telfon ke Rumah, mau izin pulang terlambat” Ucapnya sambil membereskan perlengkapan Acara yang sudah usai. Astagfirullah....Aku baru sadar, Tanganku kosong. Seingatku, sedari tadi Handphone itu selalu ku genggam di tangan. Ya Rabbi…Wajahku pasi menelusuri tempat-tempat yang tadi ku lewati di temani yang lain. Nihil..Sampai senja, tak juga nampak fisik bahkan signalnya.
“Kalau tercecer, Handphonenya pasti masih aktif. Pasti akan ketemu, kecuali kalau ada yang ……..” seorang ukhti menyampaikan pendapatnya di tengah diam kami, tanpa melanjutkan ucapannya. Semua berfikir, bisa jadi. Tapi menghindari Desahan syetan lebih baik, dari pada Prasangka itu semakin menjadi.
Handphoneku yang hilang saja, belum terganti, dan sekarang aku menghilangka handphone satu lagi. Ya Allah…Hamba berprasangka baik kepadamu
Selembut Nurani….
Wahai Hati yang berhati Lembut, Di sana Nurani sedang menunggu, dengan senyum termanis itu.
“Afwan ya Ukhti” Hanya itu kata yang mampu keluar dari Mulutku.
“Ia, Gak Papa” kata itu yang keluar dari mulutnya, senyum tak berkurang sedikit pun, persis seperti saat dia mengikhlaskan handphonenya, aku pinjam. Nuraninya begitu lembut, tapi Nuraniku seolah membaca, senyum memang tak berkurang, tapi sedih dan risau menggantung di wajahnya. Satu perasaan yang sama saat aku kehilangan Handphoneku, Gersang.
Hatiku bimbang. Kali ini Nuraniku yang sedang di uji. Tidak mudah mengumpulkan dana ini, ucap hatiku. Aku juga Butuh Handphone, entah dari mana suara itu keluar. Hmmmmm…..kupandangi beberapa pecahan lima puluh ribuan di tanganku.
Dan Malam itu, Nuraniku yang berbicara, tanpa bisa aku mengelak. Di tengah gerimis yang sama sekali gak romantis.
“Anti pake saja HP ini, Afwan ya gak sebagus HP anti yang hilang” Akhirnya.
Yang Ikhlas…Sapa Lembut Nuraniku. Ia…Jawabku datar.
Sehangat Semangat……
Semangat itu seperti setangkai Mawar yang menjelma nyanyian Matahari. Keterbatasan bisa di taklukkan, ketidakberdaan dapat di robohkan dengan Semangat.
Huuuummmm…Ku Hirup nafas dalam-dalam seperti saat menghirup segarnya Oksigen di Pagi hari. Terima Kasih ya Allah, engkau masih menggratiskan Oksigen ini untuk ku hirup. Kembali bersemangat. Salah satunya, bersemangat mengumpulkan kembali pundi-pundi untuk Handphone yang kuinginkan. Upsss...Bukan ku inginkan, tapi yang kubutuhkan. Meskipun sebenarnya aku bingung, karena tak tega rasanya, kembali meminta pada kakak tercantik dan empat ksatriaku. Aku harus berjuang sendiri, meskipun agak lama, tak apalah, toh masih ada saudari-saudariku yang ikhlas meminjamkan Handphonenya untuk ku gunakan.
Ayooooo…. Kembali Semangat….Rasakan Hangatnya, Sehangat nyanyian Matahari di musim semi.
Senikmat Berbagi….Di Bab Ke delapan ini, sesungguhnya mataku sudah mulai kabur, tapi sedikit lagi lah…
Inilah Nikmatnya mendekap dalam dekapan ukhuwah. Disanalah alamat kerinduan sering terucap. Disanalah, Semangkuk gelisah dapat dicairkan di atas tungku perapian. Disanalah, Makna Berbagi menjadi Lirik yang indah, untuk kemudian, mari kita senandungkan bersama-sama. Kampus hijau, tempat kami belajar arti berbagi.
Hari itu, Terik tak lagi menyengat, Angin semilir menerpa wajah, Acara Tabliq Akbar sudah Usai. Saat Beberapa orang menyeretku ke beranda samping, saking terkejutnya, hampir saja aku menubruk seorang wanita yang menggendong seorang bayi. Tapi keterkejutanku segera hilang saat kusadari, ukhti-ukhti manisku yang tadi ku cari yang menyeretku.
“Ke Sini sebentar Ukh” Ucap Mereka.
“Tutup Mata” Ucap Mereka Lagi ramai, seperti sedang bermain Petak umpet, fikirku. Tapi aku mengikuti saja perintah mereka. “Sekarang Buka Mata” Perintah Meraka Lagi tak kalah ramai dari tadi.
Allahu Akbar…Sebuah Handphone Nokia type 2626 di letakkan rapi dalam kota lucu berwana biru. Aku hanya diam, tapi air mata menyampaikan sejuta terimakasihku pada Mereka. Padahal untuk membeli Handphone itu, mungkin saja mereka harus menyisihkan uang jatah makan mereka atau mungkin berhutang.
Sejuta Kesan untuk Handphone ini, terima kasih untuk cinta, motivasi dan persaudaraan ini. Alamat kerinduan ini, ku sampaikan pada kalian yang menyentuh hidupku dengan cara yang luar biasa. Ending dari sekenario Allah yang Sungguh Indah.
Biarkan cinta itu kita petik dilangit untuk kemudian kita tebarkan di bumi, seperti saat menyemai benih padi. Tanah gersang tak akan menghalangi, karena ada air yang senantiasa menetesi, hingga menara cahaya itu tersusun dengan megahnya dan kita menjadi batu batanya, beningkan prasangka, lembutkan nurani, rasakan hangatnya semangat nyanyian matahari dan nikmati indahnya berbagi dalam dekapan ukhwah.
***
Sepertiga Malam akhir malam sudah masuk, kantukku sudah tak bisa lagi di Lobi, 10 jam perjalananku menuntut di beri perhatian, padahal masih ada 2 bab lagi..Hoaaaacchmmm...Besok Pagi saja Kuselesaikan membacanya…
Zzzzz…zzzzz….zzzzz

Special for : Kalian yang membuatku menangis siang itu. Terima Kasih Handphonenya. Kata tak sanggup aku pilih untuk bercerita betapa cintanya aku pada Kalian karena Allah ^-^


Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 dihttp://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html

Kamis, 24 Juni 2010

Mahakam


Jika tepat pada waktunya, aku tak akan pergi
Akan tetap memandang aliran sungai yang tenang
Mahakam
Tempat pesut pesut menari
Dulu

Jika memang ada waktu, aku akan tetap disini
Bersama Rimbunnya Hutanku
Borneo

Jika waktu belum berlalu, aku akan berdiam di tepian
Sambil memandang kotaku
Samarinda

Puisi : Pelangi tidak Muncul Tiba-Tiba


Aku merindukan pelangi
Dengan tampilannya yang penuh warna
Mejikuhibiniu
Indah

Tapi Pelangi tak lantas tiba
Selalu saja
Gerumuh yang menakutkan
Petir yang menyambar
Badai
Mendahuluinya datang
Sebelum akhirnya dia muncul
Beserta dengan
lukisan senyuman terindahnya

Cerpen : Hadian Untuk Surah Ar Rahman


“Itu namanya udah kepengen kawin bu” Elyas terkekeh sambil terus menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Asin, fikirnya. tapi tetap dia telan dengan paksa.
“Ye..namanya juga baru belajar. Ia kan bu?” Syifa, adik semata wayang Elyas berteriak dari arah dapur, meminta pembelaan pada sang ibu. Ibu hanya terseyum, sambil menuangkan nasi ke piring Ayah.
Hari minggu yang cerah. Sejak pagi syifa sudah sibuk di dapur, belajar masak. Kejadian langka neh. Biasanya gadis manis berkulit sawo matang ini lebih suka di suruh menghafal seluruh isi diktat kuliahnya dari pada harus berkutat dengan berbagai macam bumbu-bumbu dapur yang dia masih bingung membedakan antara kencur, lengkuas dan jahe, tapi kalau kunyit dia tahu, Syifa bilang pokoknya yang berwana kuning itulah kunyit.hehe..
Karena ini kejadian langka, maka ibu merelakan anak paling cantiknya itu bereksperimen di dapur dan menghentikan sementara aktivitasnya. Hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Sup Ayam Asin, Asinan Tempe hangus, Plus sambal garam spesial. Yang penting masih bisa di makan, begitu kata ibunya. Karena ingin menghargai jerih payah Syifa, ibu mengharuskan semua anggota keluarga termasuk Ayah untuk tetap menyantap hasil masakan Syifa, tanpa boleh melirik sedikit pun ke arah nasi pecel di warung sebelah.
”Beneran kamu mau cepat kawin fa, emang udah ada calonnya?” Tanya Ayah ikut menggoda. Elyas makin terkekeh.
”Iih...Ayah. Bang El tuh sembarangan” Syifa mendengus meletakkan Asinan tempe terakhir yang kali ini tidak terlalu hangus ke piring di atas meja.
”Mana ada Yah, Ikhwan yang mau makan Asinan tiap hari” Goda abangnya lagi. Syifa sudah hendak mendaratkan sendok kecil ke arah Elyas tapi buru-buru di cegah oleh ibunya. ”Udah El, jangan godain adiknya terus.” Ucap ibu melerai ocehan kedua buah hatinya itu. Elyas hanya tertawa tapi segera berhenti menggoda adiknya. Mana berani dia menentang wanita yang paling dia cintai itu. Bisa di kutuk jadi lemper nanti.
Elyas anak sulung di keluarga Faturrachman, nama lengkapnya Elyas Ridho Faturrachman, 2 minggu yang lalu dia baru menuntaskan skripsinya di FKIP Matematika Universitas Mulawarman. Selain Pintar, Elyas memiliki sifat yang santun, kata ibunya dari kecil dia memang bercita-cinta menjadi pendidik karena itu dia masuk di jurusan FKIP. Tanda Hitam di jidatnya semakin menunjukkan aura rendah hati dan kebersahajaan, tak heran kalau dia menjadi pentor paling favorit di Praktikum Agama Islam.
Anak laki-laki yang sangat di banggakan sang Ayah, apalagi kalau ada yang menanyakan kabarnya di rapat RT, sudah dapat di tebak Ayah akan bercerita panjang lebar tentang Elyas. Begitupun dengan Syifa, dia sangat mengidolakan sang Abang. Meskipun kadang ngebuat Syifa keki dengan godaannya, tapi dia tetap Abang nomor satu di hati Syifa, karena memang Cuma dia abang satu-satunya. Hehe...
Syifa anak terakhir dan paling di manja di keluarga Faturrachman, tak heran kalau kelakuannya kadang suka kekanak kanakan. Tapi di satu sisi dia gadis yang maskulin, terbukti dengan bergabungnya dia di bela diri Tifan. Selain itu dia juga tidak mau kalah dengan aktivitas Bang El yang seabrek, sejak di dorong-dorong oleh abangnya untuk aktif ikut pengajian, sejak itu pula dia menenggelamkan diri di aktivitas dakwah, belajar beramar ma’ruf nahi mungkar katanya.
Syifa mahasiswa semester 6 Fakultas Kedokteran di kampus yang sama dengan abangnya. Ketika di tanya kenapa dia memilih Fakultas kedokteran, dia bilang ”Biar Syifa bisa nyuntik Bang El” Ucap gadis dengan nama lengkap As Syifa Faturracham itu.
Sebuah keluarga yang tetap bersahaja meskipun Ayahnya adalah seorang pemilik beberapa supermarket yang tersebar di Samarinda. Sang Ibu yang penuh kelembutan selalu menjadi cahaya di tengah keluarga, setahun yang lalu, Elyas dan Syifa berhasil membujuk Ibunya untuk mengenakan jilbab menutup aurat, dan beliau benar-benar terlihat lebih cantik.
****
”Bang Eeeeellllll” Syifa berteriak histeris, saat dia mendengar suara Mobil memasuki bagasi di samping rumahnya. Sebuah Mobil Avansa Silver, hadiah dari Ayah untuk gelar S1 yang baru Elyas sandang.
”Akhwat kok teriaknya ngalahin suara Bom di Palestin” Ucap Elyas Hiperbola menghampiri adik manisnya yang telah menyambutnya dengan senyuman di ambang pintu.
”Bang, mana hadiahnya?” Tanya Syifa setelah abangnya duduk manis di sofa ruang tengah. Elyas hanya melongo tidak mengerti.
”Hadiah opo?”
”Bang El kan udah janji kalau fa berhasil ngafal surah Ar-Rahman, Bang El mau ngasih Hadiah buat fa” Mata Syifa berbinar-binar. Memang sekitar sebulan yang lalu, Elyas sempat menyamangati Syifa untuk menambah hafalan Al Qur’annya yang sempat ngadat. ”Kalau Syifa berhasil ngafal surah Ar–Raman beserta artinya, Abang kasih hadiah” Ucapnya kala itu, menantang adiknya untuk menghafal surah favoritnya yang berjumlah 78 ayat. Karena itu Syifa bersemangat menghafal surah Ar-Rahman, Hadiah Cuma penyemangat tapi Niat tetap Allah semata.
”Ooo...Jadi Udah hafal neh ceritanya” Jawab Elyas setelah mengerti. Syifa hanya mengangguk-anggukan kepalanya pasti. ”Yakin?” Lanjut Elyas seolah kurang yakin, Syifa makin menganggukkan kepalanya.
”Kalau ternyata belum hafal semua, Hadiahnya Hangus ya?”
”Iaaaaa” Jawab Syifa penuh keyakinan.
”Oke.. kalau gitu coba bacain buat abang sekarang, sama artinya ya” Elyas bersiap-siap mendengar. ”Oke” Jawab Syifa cepat.
”Bismillahirrahmanirrohim... Ar Rohman, Allah Yang Maha Pengasih,” Syifa mulai memperdengarkan hafalannya.
” ’allamalQur’an, yang telah mengajarkan Al Qur’an,.........” Ayat demi ayat surah Ar-Rahman beserta Artinya mengalir ringan dari bibir Syifa, dengan seksama Elyas mendengarkan. Dia tidak perlu lagi membuka Al Qur’an karena surah itu sudah sering di ulang-ulangnya dalam sholat.
”Fabiayyiaalaaaairobbikumatukadzibaan, maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?” Syifa telah sampai di ayat ke 71. Elyas semakin mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Sampai di ayat ke 78 Syifa sukses mengakhiri hafalannya dengan senyuman kemenangan.
”Mana Hadiahnya?” Tagih Syifa mengulurkan tangannya, memainkan jari-jari lentiknya setelah sukses memuaskan Elyas dengan Hafalannya.
”Ye, masa ngafal minta imbalan, pahalanya berkurang loh” Jawab Elyas sambil menakut-nakuti adiknya.
”Yah..Bang El, mau ingkar janji ya? Niat fa Tulus Lillahita’ala, tapi kalau ada hadianya kan lebih bagus” Rengek Syifa, manjanya keluar. Hahaha... Elyas hanya tertawa melihat tingkah manja adiknya.
”Kenapa Hafalnya sekarang seh, kenapa gak bulan depan aja”
”Lah..kalau sekarang emang kenapa?” Kening Syifa jadi berkerut.
”Uang Bang El udah Habis buat up grade Labtop” Elyas memamerkan deretan gigi putihnya kepada Syifa.
”Yaaaa....Pokoknya gak mau tau. fa Minta Hadiah” Syifa makin merengek memasang wajah cemberut. Elyas jadi makin tertawa sekaligus bingung, uang di kantongnya tinggal 10 ribu perak padahal baru awal bulan. Elyas jadi garuk-garuk kepala sendiri. Kalau Syifa sudah ada maunya harus di turutin kalau gak mau melihat wajah adiknya itu berlipat-lipat cemberut sampai yang dia inginkan tercapai.
”Hadiah..”
”Emmmm....” Elyas terus berfikir tangannya dia lipat menyilang di dadanya, Syifa duduk di hadapan Elyas dengan kedua kaki ikut naik ke atas sofa. Kira-kira apa yang bisa dia kasih sebagai hadiah buat Syifa dengan uang 10 ribu perak. Syifa masih memandang wajah abangnya penuh harap. Tiba-tiba Elyas semakin merapatkan duduknya pada Syifa dan ”Emmuach” Elyas mengecup lembut dahi Syifa.
”Itu Hadiahnya, Ciuman Spesial dari Abang yang paling ganteng” Ucap Elyas memamerkan giginya yang makin terpampang. Hihihi... Syifa jadi makin cemberut.
”Iiih... Gak mau. Pokoknya Hadiah..Hadiah” Syifa mengelap ciuman Elyas di dahinya. lalu menyerang pinggang Elyas dengan gelitikan. Elyas jadi kegelian sambil berteriak-teriak minta ampun. Jurus andalan Syifa nih kalau lagi ngadapin abangnya.
”Ia..Ia..Ampun..Ampun”
”Itu Hadiah awal dari abang” Elyas masih terus berteriak-teriak terbahak di antara gelitikan syifa..
“Untuk hadiah selanjutnya nanti ya adik abang yang paling cantik.” Kata Elyas masih terbahak setelah volume gelitikan Syifa berkurang, berusaha merayu Syifa.
”Kapan???” Tanya Syifa.
”Tahun depan gimana?” Elyas balik tanya bercanda. Mendengar itu Syifa baru saja hendak melanjutkan aksi gelitiknya tapi buru-buru di cegah oleh Elyas. ”Bulan Depan...Bulan depan...Pas Jatah bulanan Abang keluar”
”Iya deh...tapi janji ya, sebagai gantinya fa gak mau hadiah yang murahan” Jawab Syifa dengan gaya manjanya.
”Iya..adik abang yang jeleeeeeek” Elyas mencubit pipi Syifa yang makin temben karena cemberut. Syifa jadi meringis. Untung ibu segera datang melerai kalau gak Elyas bisa jalan sambil terus menggerakkan pinggangnya karena jurus andalan dari Syifa.
Rumah gak akan pernah sepi kalau ada mereka berdua.
*****




Bersambung ^-^

Wanita Paling Hebat Di Hidupku

Dia hanya seorang wanita biasa, jangan kan masuk ke perguruan tinggi, sekolah dasar pun tidak sempat ia tamatkan. Tapi bagiku dia adalah wanita Paling Hebat seluruh dunia, sangat jauh lebih hebat dari Hillary Clinton, mentri luar negri Amerika Serikat yang terlihat sangat cerdas atau wanita dari manapun.
Dia adalah guru pertama ku, guru terhebat yang aku punya. Bukan Hukum Achimedes, Teorema Pitagoras, atau Operating Sistem yang dia ajarkan kepadaku, tapi aku tak akan bisa mempelajari itu semua jika ia tidak mengajariku satu demi satu kata untuk bicara. Darinya aku mengerti bahwa Ilmu tidak hanya di bangku sekolah atau perguruan tinggi, tapi ilmu luas, seluas hamparan Langit dan Bumi.
Dengan melihat burung, dia mengajariku pengetahuan tentang keyakinan, untuk selalu yakin bahwa ada Dzat yang tidak pernah salah membagikan Rizkynya, seperti burung yang setiap pagi selalu yakin bisa mendapatkan makanan untuk dirinya dan anak-anak di sarang rumahnya.
Saat melihat Bintang, dia tunjukkan padaku satu Bintang yang paling bersinar di langit malam. Dengan gaya bahasanya dia gambarkan kepadaku, yang bisa kuterjemahkan seperti ini : ”Kamu Bisa menjadi Bintang yang Paling bersinar itu”. Dan sejak itu, aku mulai membangun kepercayaan diriku.
Dia adalah sahabat terbaikku. Yang selalu ada di sampingku dalam keadaan apapun. Aku pernah mendengar ada yang mengatakan. Bahwa Sahabat yang baik bukanlah sahabat yang selalu mengiyakan perbuatanmu, tapi sahabat yang baik adalah sahabat yang mau mengoreksi perbuatan salahmu. Dan dia selalu begitu.
Setiap aku berfikir untuk bolos sekolah karena malas, dia pasti akan memasang wajah sangarnya di hadapanku, yang membuatku berubah pikiran dan lantas segera masuk ke kamar mandi. Setiap aku seenak jidatku meletakkan piring kotor selesai makan, pasti akan keluar nyanyian Halilintar dari bibirnya, dan aku akan segera kedapur mencuci piring. Yah..begitulah caranya mengoreksi setiap kesalahanku.
Tidak hanya mengoreksiku, dia juga merelakan jiwa raganya untukku. Mengorbankan tidurnya, untuk menjagaku saat aku sakit. Merelakan rasa malunya untuk selalu berusaha mengabulkan permintaanku dan Mengikhlaskan apapun untuk bisa membantu menyelesaikan masalahku. Dialah Sahabat paling hebat seluruh dunia.
Dialah wanita Paling Hebat di Hidupku. Dia adalah Ibuku. Bagi dunia ini, mungkin dia bukanlah siapa-siapa selain wanita biasa yang tidak menamatkan Sekolah Dasar. Tapi bagiku, dia adalah hamparan dunia beserta isinya. Senyumnya akan menumbuhkan bulir-bulir padi di pematang sawah, Tawanya menjadi sorak burung pipit di kala sore, Tatapan hangatnya membuat Matahari Malu-malu menampakkan diri, Kerlingan matanya mampu membuat Bintang semakin bersinar, dan Cintanya akan menjadi kedamaian untuk seisi dunia.


Untuk wanita Paling Hebat di Hidupku
I Love u Enyi’

Gadis Standar




Cinta memang agak rumit dan kadang tidak memakai logika. Bahkan seorang ahli balaghah mengatakan bahwa cinta mampu merubah si penakut menjadi pemberani, merubah si kikir menjadi dermawan, membersihkan pikiran orang-orang dungu, memfasihkan lidah sang gagap, membangkitkan semangat orang lemah, serta dapat merendahkan kehormatan para raja. Cinta memang aneh.
Tapi kali ini aku ingin bercerita tentang seorang sahabat, sebut saja namanya Bunga. Upsss...emm...Jangan Bunga (Seperti Nama Korban Pemerkosaan. Hehe..). Sebut saja namanya Kiran.

Ku berangkat dengan
Membawa segumpal angan-angan
Siapa tau aku dapat berbincang
Dengan jiwamu, sendirian.
(Penyair)

Mungkin syair itu cocok menggambarkan perasaan Kiran. Dia menyebut dirinya Gadis Standar. Cantik, biasa aja. Tajir,kayaknya enggak. Pintar, ehmm..Paling di deretan sembilan atau sepuluh. Karena alasan itu dia menyebut dirinya gadis standar. Tapi menurutku, dia gadis yang menyenangkan, supel, ramah, dan yang terpenting baik hati, karena itu aku tetap merasa bangga menjadi salah satu sahabatnya, meskipun dia merasa sebagai gadis yang biasa-biasa saja.
Setiap orang pasti memiliki rasa cinta. Begitupun aku, hehe....Eh, kok jadi aku. Kan lagi ngebahas Kiran?. Oke, Kembali ke Kiran. Kisah cinta Kiran unik (Paling tidak menurutku). Sejak pertama kali ia meresa deg deg an saat bertemu dengan lawan jenis, sejak saat itu pula ada seseorang yang bersarang di salah satu ruang khusus di hatinya yang bercorak merah jambu, bahkan mungkin hingga sekarang. Dengan sedikit semu merah di pipinya dia menceritakan kisah cinta monyetnya kepadaku.
Saat SMP kelas 1 ada seseorang yang diam-diam dia kagumi. 2 tingkat di atasnya. Dia menyebutnya, Knight. Seorang pria yang menurutnya luar biasa dengan segala kelebihannya dan sangat kontras dengan dirinya yang standar. Sang ketua OSIS yang menjadi bintang paling bersinar se antero sekolah, bukan hanya karena tampangnya tapi juga karena sikap dan prestasinya yang membuat dia di kagumi. Bahkan Kiran sendiri sangat yakin, gak Cuma dia yang mengguminya, masih banyak teman-teman wanitanya yang menjadi daftar pengemar knight.
Awalnya Kiran merasa biasa-biasa saja, jangankan peduli atau mengagumi, bahkan dia merasa jengah dengan temana-teman wanitanya yang berteriak kegirangan saat berpapasan dengan knight. Hingga karena suatu hal, arah hatinya berubah. Tiga hari berturut-turut dia memimpikan Knight, aneh..padahal menurutnya, pada saat itu tidak secuil pun memori tentang knight ada di otaknya. Dia baru menyadarinya saat mimpi ke tiga. Mimpi yang menggambarkan kedekatan antara dia dan knight. Dan sejak mimpi ke tiga itulah, ada bunga-bunga yang bersemi di taman hati Kiran. Sehingga, yang awalnya tidak peduli menjadi ingin tau. Yang awalnya sekedar melihat, menjadi memandang.
Kadang dia mengamati knight dari jauh, bersorak kecil saat knight berhasil memasukkan bola ke dalam ring, atau menunduk pelan saat berpapasan. Arah pulang Kiran dan knight memang searah, karena itu hampir setiap hari ia bisa berpapasan dengan knight, hanya berpapasan, gak lebih. Sejak saat itu ia diam-diam mengagumi knight dan menyimpannya rapat-rapat dalam hati, tanpa sedikit pun berusaha untuk menunjukkannya di depan knight.
Hingga akhirnnya knight lulus. Sedih? Iya. Tapi itulah kenyataan. Sampai perpisahan itu tidak pernah ada perkenalan di antar mereka, dan dari sini Kiran berusaha menyadari bahwa dia bukanlah siapa-siapa selain gadis standar (atau mungkin aneh.ehmm...menurutnya). Tapi menurutku Kiran adalah gadis yang kuat, yang tak lantas terpuruk hanya gara-gara dia tidak berarti bagi seseorang dan bersabar atas keinginan Cinta Monyetnya yang tidak menjadi kenyataan.

Aku hanya mampu memandangnya dari jauh
mengagumi setiap kharismanya
berusaha secemerlang prestasinya
dan belajar memahami
bahwa aku gak pernah ada di pikirannya.

Puisi Kiran, di salah satu lembar Diarynya. Karena ternyata tidak mudah menghapus memori tentang knight. Karena menurutnya, bayangan Knight sering muncul dalam lamunannya di sudut malam, kadang dia berhasil menyingkirkannya, tapi terkadang dia harus bertekuk lutut atas perasaan yang tidak jelas dan melontarkan doa kepada Allah ”Ya Allah, aku ingin ketemu dia”.
Sampai suatu hari Allah mengabulkannya, setahun kemudian. Di sebuah acara yang melibatkan beberapa sekolah. Dengan badan yang tegap, knight memakai baju hijau lumut kecoklatan, baju kebanggaan sebuah SMU terfavorit. Tapi sama seperti yang sudah-sudah, tak ada yang Kiran lakukan selain memandang, tapi menurutnya itu sudah cukup.
Hingga saat ini, Kiran mengaku masih mengenang knight, bahkan hingga ia menyelesaikan kuliahnya dan bekerja. Bertahun tahun sejak pertemuan terakhirnya meskipun tanpa perkenalan.
Seperti syair di awal, ia berangkat dengan segumpal angan-angan, siapa tau ia mampu berbincang dengan orang yang dia harapkan. Angan-angan itu hadir dalam mimpi ke empat kiran tentang knight, mimpi yang ia rasakan nyata, di sebuah tempat yang ia rasakan keindahannya, Meskipun ia mengaku tidak tau itu dimana. Sebuah tempat dengan bunga-bunga mekar berwarna putih, sebuah penginapan, jalan setapak menuju gunung, dan danau lengkap dengan perahu dan dayungnya. Dan seolah mereka ada di sana berbincang satu sama lain. Jadi ingat cerita Cinta monyetnya Ikal dan Aling Laskar Pelangi, yang Akhirnya di buku ketiga tetralogi Laskar Pelangi, Ikal menemukan tempat yang di gambarkan Aling, Edensor.
Bahkan Kiran juga mengaku, pernah mencarinya di dunia maya, hanya ingin tau perkembangan, begitu kilahnya. Dan ternyata, Dapat. Di beberapa situs jejaring, dia malah telah menjadi friend. Dan dia juga menunjukkan kepadaku profil lengkapnya. Ehmm...tidak mengecewakan. Apalagi dengan Status : Single. Hehe... Kuliah di universitas favorit di daerah jawa timur.
Sebenarnya Kiran bisa saja langsung akrab dengan knight, meskipun Cuma di dunia maya, apalagi dia berasal dari SMP dan asal yang sama, pasti sangat mudah mencari arah pembicaraan. Tapi ternyata, Kiran tidak melakukannya, dia tidak berbohong bahwa dia hanya ingin tau perkembangan knight sekarang (meskipun aku gak tau bagaimana isi hatinya), bahkan dia tidak mencoba memperkenalkan diri atau membuka Link lebih jauh. Bukan karena dia takut, atau tidak PeDe. Aku rasa dia bukan tipe seperti itu, karena Kiran yang aku kenal Penuh Percaya diri dan supel, meskipun dia tetap merasa sebagai gadis standar. Atau apa karena knight cinta monyet Kiran? Tapi kenapa? Toh knight juga tidak tau, apa yang ada di hati Kiran. Eeee...
Karena penasaran, akhirnya aku tanyakan langsung saja pada Kiran, dari pada terus menebak-nebak. Dan tau apa jawabanya???
”Kalaupun memang dia jodohku, biarkan Allah saja yang memperkenalkan kami dengan cara-Nya”
Huwwwwaaaaaaaaa....begitulah Kiran yang ku kenal, penuh inspirasi bagiku (termasuk Tulisan ini. Hehe..).
Aku bisa membaca, sebenarnya Kiran menginginkan kelak, Knight akan datang menghampiri Princess (meskipun Standar  ) dengan menunggang kuda putih dan membawanya berkeliling dalam irama tawa yang menyegarkan (Lebay Mode On) tapi Kiran sadar mana ada di zaman sekarang ini ksatria yang menunggang kuda putih. Ehmm...yang ada ksatria yang menunggang Mercedez Benz. Hahaha....
Tapi dia tidak ingin medahului kehendak Allah atas takdir dalam hidupnya. Karena itu dia lebih memilih memasrahkan semuanya kepada Allah, dari pada harus mengumbar rasa cintanya.
Cinta itu fitrah, begitu yang aku tau. Tak ada seorang pun yang bisa memaksakan datang atau perginya cinta. Tapi Kiran memberikanku pelajaran. Untuk tetap meletakkan cinta pada Koridor sebenarnya, tidak lantas membobolnya hanya karena perasaan yang menggebu. Cinta yang tetap bertanggung jawab yang tidak lantas menghalal kan berbagai cara demi cinta, karena cinta juga punya aturan, agar cinta tetap terjaga ke suciannya.
Banyak laki-laki atau perempuan yang dengan mudahnya mengumbar kata cinta. Padahal yang pernah ku tau, cinta itu sakral, dan hanya orang-orang yang memahami cinta sajalah yang tidak dengan mudahnya mengumbar kata-kata cinta kesembarang orang. Dan bisa kita lihat hasilnya, orang yang dengan mudahnya mengumbar kata-kata cinta akan mudah jatuh dalam sakit hati berkepanjangan karena ternyata kata-kata cintanya telah basi dan tak bermakna akibat sering di umbar.
Ada seorang teman yang mengatakan kepadaku bahwa sabar terhadap orang yang kita cintai adalah ibadah. Menjadikan cinta sebagai ibadah (ehmm...kedengarannya indah). Kenapa? Agar cinta itu tetap terbingkai hingga akhir hayat dalam bingkai terindah bernama pernikahan.



21 Novermber 2009
Mengenang Knight dan Princess
Piet_Han

Minggu, 10 Januari 2010

The Meaning of Life



Life?? How About your Life?? Apa yang ada dalam pikiranmu saat pertanyaan itu di tujukan kepadamu??? Ehmmm...
Mungkin ada yang menjawab : Hidup bagai air yang mengalir, atau Life is Money atau mungkin Life…Enjoy aja…hehe. Dan tentunya masih ada banyak deratan jawaban yang lain.
Suatu hari di antara rimbunnya pohon jambu klutuk. Seekor ulat kecil yang kira-kira berusia beberapa hari terlihat lahap menggrogoti tepi daun jambu klutuk muda yang segar.

Semakin lama terlihat semakin lebar rongga yang dia ciptakan. Dia harus mengisi energi untuk terus bertahan hidup hingga Beberapa waktu kemudian dia pun harus ikhlas mengurung dirinya dalam balutan kepompong. Itu adalah babak yang harus dia lewati, sampai pada waktunya dia harus berjuang keras untuk mengalahkan cairan yang membalut tubuhnya hingga terasa menyesakkan. Tapi sang ulat tak lantas berputus asa dan diam, ia terus berjuang dari hari-hari panjangnya dalam kepompong. Hingga suatu hari ia akan siap untuk keluar dan menghirup segarnya oksigen dalam wujud yang baru. Kupu-Kupu.
Begitulah, saat sang ulat mampu melewati proses demi proses dalam hidupnya hingga akhirnya ia dapat berubah menjadi kupu-kupu yang cantik. Kepak sayapnya telah kuat untuk menari diantara semerbak bunga, hingga berjuta mata akan takjub menyaksikan kecantikannya. Seluruh organnya telah siap untuk menghirup sari bunga yang sangat lezat.
Seperti halnya ulat, ia tidak lantas menjadi kupu-kupu yang cantik. Begitupun juga manusia, tidak ada bayi yang langsung berlari saat baru di lahirkan, kalau ada pasti akan berabe jadinya. Kita tidak lantas menjadi seperti sekarang, karena jauh sebelum hari ini ada proses yang telah kita lewati.
Coba kita Flashback jauh kebelakang. Jauh sebelum hari ini. Jauh sebelum kita ada dalam kandungan ibu. Dimanakah kita????
Jawabannya hanya Allah yang tau…
Tapi Allah memberikan kita isyarat ketika kita berdialog dengan Allah sebelum Allah meniupkan Ruh kita kedalam seonggok daging yang ada di rahim ibu. Sebuah perjanjian yang kelak akan di mintai pertanggung jawaban. Lailahaillallah….
Lantas kita bersarang dalam rahim ibu. Sadar atau tidak kita sadari, kita hanyalah seonggok daging yang di ciptakan dari sari pati tanah yang menjijikkan. Sadar atau tidak kita sadari jauh sebelum hari ini, kita menumpang dalam kandungan ibu. Ibu yang mungkin tidak jarang kita sakiti hatinya, karena lisan atau perbuatan kita.
Setelah beberapa bulan dalam kandungan ibu, kita semakin terbentuk menjadi tulang belulang yang di balut oleh daging. Semakin jelas dan semakin berfungsi organ tubuh kita, hingga akhirnya terwujudlah The Miracle of Life. Saat kita memasuki alam dunia. Saat bibir mungil kita dulu menjerit merasakan hawa baru. Saat tubuh tak berdaya kita diangkat oleh senyuman penuh bahagia menyambut. Saat telinga kita pertama kali mendengar lantunan adzan yang di kumandangkan di telinga kita. Saat kita memasuki babak baru.
Saat itu, kita ibarat kertas putih yang polos, tanpa noda. Kertas yang siap untuk di tulis atau di gambar. Sekarang coba kita rasakan, apakah kertas putih itu telah terisi dengan baik, apakah tulisannya tersusun rapi dengan gambar warna warni yang menawan. Ataukah hanya penuh dengan coretan-coretan tak jelas, bentuk, arti dan warnanya?.
Aku jadi teringat salah satu surat cinta dari Allah dalam kitab-Nya. Bunyinya ”Tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”. Sebuah ayat yang mengingatkan bahwa kita tidak di ciptakan tanpa tujuan.
Allah masih mengizinkan kita menghirup gratis oksigen-Nya hingga hari ini. Selama itu, apa yang telah kita lakukan?. Apakah kita telah melaksanakan ibadah secara patuh dan benar?. Apakah kita telah mampu mensucikan Cinta kita hanya pada Allah?. Apakah kita telah mampu membahagiakan kedua orang tua kita dalam rangka ibadah kita kepada-Nya?. Apakah kita telah mengoptimalkan potensi kita agar bermanfaat bagi sesama? Apakah kita telah mampu mengisi hari-hari kita dengan kepatuhan kepada-Nya?
Atau mungkin kita belum melakukan apa-apa?? Dan lebih sibuk dengan keegoisan diri kita, melalaikan ibadah kepada-Nya, bahkan hanya untuk melukis senyuman di bibir orang tua kita pun kita belum mampu, apatah lagi untuk bisa berbagi dengan sesama.
Sampai hari ini, Allah masih memberi kita kesempatan, dan sekaranglah waktunya kita untuk berbuat, memperbaiki segala sesuatu yang perlu untuk di perbaiki. Memperbaiki keegoisan kita menjadi kepedulian, mengubah kesombongan menjadi kepatuhan, mengubah sedih orang tua menjadi senyuman, mengubah kesia-siaan menjadi lebih bermanfaat. Karena jika waktunya telah tiba, tidak ada lagi yang mampu kita lakukan. Karena kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban dari setiap episode hidup kita.
Hingga Akhirnya waktu itu akan tiba. Waktu saat Allah memerintahkan malaikat izrail untuk mengambil milik-Nya dalam tubuh kita. Menyabutnya dengan kesakitan yang amat sangat, dari ujung kaki hingga ubun-ubun. Dan tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki. Semua telah berakhir.
Di sana kita di tunjukkan dua pilihan. Surga dengan sungai-sungai indah yang mengalir di bawahnya atau neraka yang bahan bakarnya adalah jin dan manusia.
Dan kita lah yang memilih.



Piet_Han
Mengeja setiap episode hidup di antar gerimis.
13 November 2009

Puisi : Satu Cinta


Selamat malam wahai malam
lelapkan aku dalam gulitamu
agar esok ku sambut embun dengn lebih ceria

selamat malam cinta
lindungi aku dari kegulitaan malam
agar gelapnya gulita tak menyentuh dinding hatiku

selamat malam para bintang
hiasi tidurku dengan pesonamu
agar cinta itu mengalun di setiap episode mimpi indahku

selamat malam rembulan
sadarkan aku akan penciptamu
agar aku dapat menempatkan-Nya
sebagai binatang terindah di Hatiku

Selamat Malam Para Malaikat
buat aku mengerti bahwa hati ini
hanya cukup untk satu Cinta-Nya.

-Piet-

Puisi : Bayang dalam Sholat


Kuluruskan niat dalam bening hati
Kurangkai kata hingga membentuk iftitah
didahului takbir
Ku pusatkan satu pikirkan dikepala
agar khusuk menjalankanya

Kusambung rukuk lalu i’tidal
dalam guncangan asa yang pasrah
Kujatuhkan tubuh hingga ku bersujud pada-NYA

Terbayang sebuah bayang
Ka’bah dianara kedua mataku
Syurga di samping kananku
neraka disamping kiriku
dan malaikat izrail dibelakangku


Diary Kedewasaan


Menengok kemasa kecil dulu. Hidupku hanya berkisar antara buang air, makan, main dan tidur. Semua nyaris di bantu ibu. Tak ada pikiran berat yang harus menggumpal di kepalaku. Emm...sungguh menyenangkan.
Beranjak sedikit dewasa. Aku merasa ada yang berubah pada diriku, seperti halnya obat. Kali ini obat yang di berikan kepadaku terasa lebih lebih pahit.

Ketika aku beranjak sedikit dewasa. Aku mulai bingung memaknai arti kedewasaan, aku mulai memahami bahwa setiap orang harus memiliki jati diri.
Saat aku mulai mencari makna dari kedewasaan. Aku mulai melihat diriku yang lain. Aku mulai ingin di perhatikan, rambutku yang dulu tidak ku perhatikan kini mulai rapi oleh sisir yang tak pernah absen dari tasku dan aku mulai ingin menunjukkan
”Ini Lo Aku”.
Disaat yang sama, aku mulai melihat diriku yang lain. Aku bukan lagi anak kecil yang terus merengek ketika keinginannya tidak di kabulkan atau bertingkah semaunya tanpa peduli kondisi sekeliling. Lalu aku berfikir. Apakah ini yang dinamakan kedewasaan?
Disaat aku terus memaknai arti kedewasaan. Aku mulai memikirkan sulitnya bapak menafkahi kami atau sabarnya ibu menghadapi kenakalan anak-anaknya yang dulu hampir tak pernah terpikirkan olehku. Aku juga mulai melihat hiruk pikuk kehidupan yang rumit. Lebih enak menjadi anak kecil pikirku. Tapi setelah aku pikir Lebih jauh. Ah...bodohnya aku, jika ingin terus berada dalam fase kekanak kanakan.
Suatu hari aku mulai merasakan kegelisahan (Rokku telah berwarna abu abu tingkat 2) saat masalah demi masalah seolah ngantri dalam kehidupanku. Kadang aku hanya bisa berlari menghindar atau pasrah pada pertolongan orang lain. Dan aku rasa, bukan ini yang di namakan kedewasaan. Aku juga mulai merisaukan hidupku, saat aku di hadapkan pada arah hidup yang harus aku pilih. Lagi lagi aku harus mencari.
Pencarian yang panjang memang, tapi itulah hidup. Karena hidup adalah pilihan. Kemana kita harus melabuhkan hati, langkah dan fikir kita.
Usiaku telah mencapai angka 17, angka yang sering di jadikan banyak orang sebagai Patokan kedewasaan. Secara usia bisa di bilang aku telah dewasa, tapi bagaimana dengan fikirku? Karena kedewasaan tidak cukup hanya dipandang dari sudut usia.
Di suatu malam, aku sedang menonton seputar indonesia di televisi.
”Begitulah aksi anggota dewan terhormat di ruang paripurna, baku hantam pun akhirnya tidak bisa terhindari”
Kurang lebih begitulah Rosiana silalahi membacakan berita malam itu. Aku kembali berfikir. Secara usia mereka adalah orang-orang yang dewasa, bahkan sangat dewasa. Tapi tingkah mereka belum pantas di katakan dewasa, karena hanya anak kecil saja yang menyelesaikan permasalah dengan teriakan dan lemparan mainan, karena kedewasaan mampu berfikir untuk menyelesaikan setiap permasalahan tidak dengan kekerasan.
Di hari yang lain ada sepasang kekasih yang akhirnya memutuskan untuk menabrakkan diri mereka yang sedang berpelukan di antara lajunya kereta api, karena orang tua sang wanita tidak menyetujui hubungan mereka. Aku rasa ini juga bukan arti dari kedewasaan, karena kedewasaan akan mampu, membawa arah cinta pada pelabuhan yang sejati.
Karena itu aku terus memburu kedewasaan seiring dengan usiaku yang terus bertambah.
Tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang calon ibu muda saat aku dan teman-taman mengadakan kunjungan amal di sebuah panti asuhan. Usianya baru 17 tahun, Wajahnya manis dengan balutan jilbab yang melilit di lehernya, badannya tinggi langsing, sebentuk senyum selalu menghiasi bibir indahnya, yang setelah beberapa menit percakapan kami, baru aku ketahui bahwa baru satu pekan, ia mulai memakai jilbab menutup auratnya. Dan yang membuat aku sedikit terlonjak adalah bayi yang di kandungnya adalah hasil perkosaan, tapi tetap ia sayangi. Aku agak Tercengang mendengar kisah sahabat baruku itu. Kurang lebih 4 bulan waktu yang ia butuhkan untuk kembali bangkit dari trauma di perkosa lebih dari 1 orang. Tapi di sinilah aku melihat kedewasaan.
Dia mampu bangkit di tengah masalah terberatnya, dia tidak ingin membuang waktu lebih lama untuk terus menangisi takdir buruk dalam satu episode hidupnya karena dia harus menyelesaikan episode-episode lain yang harus dia jalani. Dan mengisi penantian kelahiran bayinya dengan menjadi relawan di panti asuhan khusus menjaga balita. Ketika ku tanya kenapa dia mau menjadi relawan? Dia menjawab, dia hanya ingin belajar menjadi seorang ibu, karena ia merasa terlalu muda saat nanti menjadi seorang ibu, agar ia mampu menjadi ibu yang baik ketika bayinya lahir.
Setelah setahun sejak pertemuan kami barulah aku tahu, bahwa ia tetap menangis merasa kehilangan saat bayi yang ia kandung, Allah takdirkan untuk tidak melihat dunia. Inilah cinta seorang ibu pada anaknya walau ia sangat benci pada orang yang telah secara paksa menanam benih di rahimnya.
Inilah pelajaran kedewaasaan yang aku dapatkan. Mampu bijak menghadapi permasalahan seberat apapun dan mampu menghadirkan nuansa lain dalam setiap permasalahan, sehingga setiap permasalahan mampu berakhir happy ending, apapun akhirnya.
Dewasa memandang masalah, bahwa hidup adalah tempat masalah, tapi bagaimana cara kita memandang setiap masalah.
Dewasa memandang hidup, bahwa hidup bukan hanya tempat bersenang senang dan berleha leha tapi ada makna tanggung jawab dalam setiap episodenya.
Dewasa memandang kematian, bahwa kita harus bersiap-siap karena kita tidak pernah tau kapan malaikat izrail akan datang menjemput.
Dewasa memandang cinta, Bahwa cinta mampu melihat mana yang baik dan mana yang buruk dan mampu menempatkan cinta pada fitrah yang sebenarnya.
Dewasa memandang kedewasaan, bahwa kedewasaan adalah proses pembelajaran. Pembelajaran untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan memiliki jati diri.
Dewasa memandang Diri, bahwa diri ini adalah hamba yang selalu terlihat dan akan kembali pada-Nya.
-Aku adalah aku-
Dimanapun aku melangkah
Itualah aku
Apa dan siapapun di sekelilingku
Aku adalalh aku
Menjadi apapun diriku
Aku adalah aku
Aku bukan dia atau mereka
Aku hanya seorang hamba yang selalu terlihat oleh-Nya
Dan kepada-Nya aku akan kembali.
Samarinda, 14 Maret 2009
(Piet_han)


Sabtu, 09 Januari 2010

Pusdima POLNES Vs Tugas Akhir


Di depan komputer. Entah jam berapa…
Alhamdulillah, aku berucap syukur atas limpahan nikmat yang selalu tercurah dari Allah, sehingga hari ini jari-jari tanganku masih mampu untuk menari diatas keyboard computer. Meskipun aku sendiri bingung apa yang harus aku tulis.
Tak ada orang disini, hanya Brother yang menemaniku dalam syair Untukmu teman yang tidak hanya mengema seisi kamarku tapi juga menggema dalam hatiku. Menerobos ruang-ruang sepi yang sebenarnya telah terisi dengan orang-orang yang hadir dalam setiap episode kehidupan yang Allah takdirkan untukku. Bagiku Mereka semua sangat berharga bahkan sangat istimewa. Karena tanpa mereka episode kehidupanku akan membosankan seperti Film telenovela yang terkesan bertele-tele. Tapi dengan mereka, semuanya menjadi lebih berwana.

Sekali lagi aku berucap syukur, atas nikmat persaudaraan yang Allah takdirkan untukku. Ketikku lagi, lalu terhenti
Ku sandarkan badanku pada kursi berusaha menggurangi letih di badan, aku belum sempat memejamkan mata sejak semalam karena harus menyelesaikan Tugas Akhir yang sangat menguras otakkku. Mataku masih lurus menatap monitor computer.
^_^
“Afwan, proposal masih harus di revisi karena perubahan acara kemaren jadi belum bisa di sebar” seorang ikhwan berusaha menjelaskan, padahal waktu yang tersisa sampai hari H kurang dari satu Setengah bulan. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Ruang kelas Teknik Kimia menjadi saksi perjuangan Mujahid dan Mujahidah dakwah kampus POLNES untuk terus mensyiarkan Islam di Kampus hijau.
Pukul empat kurang seperempat Azdan Ashar berkumandang dari mesjid Ad Dinurrasyid. Syuro di pending, sejenak memenuhi pangilan Allah Rabbul Izzati, sekaligus berusaha menenangkan hati dan Fikir agar tetap jernih dan dapat menghasilkan ide-ide berilian untuk mensukseskan acara tahunan Semarak Muharam.
Langit Sore terlihat bersahabat, berwarna biru jernih dengan segerombolan burung yang terbang membentuk formasi yang indah. Angin semilir menerpa wajah, membasuh kepenatan hati dengan setumpuk fikiran.
Ba’da Ashar syuro dilanjutkan, membahas setiap sisi yang harus di bahas. Bisa di pastikan syuro baru akan selesai saat mentari telah lelah menjalankan tugasnya, tapi semangat mereka akan terus ada. Itulah perjuangan, itulah jual beli yang Allah tawarkan. Dan hanya orang-orang pilihan yang Allah takdirkan untuk mengemban amanah dakwah ini. Hingga POLNES menjadi kampus yang islami dan di Rahmati oleh Allah Robbul Izzati.
^_^
Aku tersadar dari Imajiku…satu episode terlintas begitu saja. Aku merindukan masa itu. Jariku menyentuh keyboard lagi.
Masa dimana awal aku mengenal bahwa pengorbanan adalah makna Dakwah yang sesungguhnya.
Masa yang menyadarkanku bahwa mengIslamikan Kampus POLNES adalah kewajiban ,karena untuk menggapai ridho Allah dan karena mayoritas Mahasiswa/I POLNES adalah muslim.
Masa di mana syuro menjadi suatu kewajiban, bukan agenda yang di paksakan.
Masa dimana Bercenkerama dengan adik-adik binaan menjadi suatu keharusan dalam usaha dakwah Fardiah memunculkan muejahid-mujahidah dakwah kampus POLNES.
Masa dimana berkumpul bersama dalam sebuah ruangan yang berisi computer di sudut ruangan, rak untuk menyimpan File-File arsip, perlengkapan seadanya, dan di luar ruang terdapat plang yang bertuliskan “ Sekertariat Pusat studi Islam Mahasiswa Politeknik Negeri Samarinda”.
Masa Letih bersama, masa Tertawa bersama, masa menangis bersama.
Masa-masa yang banyak mengajarku tentang sebuah arti yang pasti.
Jariku kembali terdiam. Imajiku kembali berkelana.
^_^

Mesjid Ad Dinurrasyid ramai di penuhi mahasiswa/I serta dosen POLNES, jam 12.15 memang jadwal mesjid Ramai karena waktunya untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Waktu favorite karena tepat di waktu ini, kami menyempatkan diri berkumpul bersama saudara yang lain. Sholat dzuhur bersama, taujih singkat (Proker SPU) meskipun sering bolong-bolong, bercengkrama menyatukan ikatan hati yang memang harus di bangun, berdiskusi merancang agenda-agenda spektakuler yang akan di laksanakan, atau hanya sekedar Curhat tentang isi hati. Hehe...
karena dari ikatan ukhuwah yang kuat kerja-kerja besar pun akan sukses terlaksana dan karena Allah sangat mencintai Persaudaraan yang terangkai karena cinta-Nya.
Proses pembelajaran yang menyenangkan. Belajar untuk bijak menghadapi orang, belajar memahami persaudaraan, belajar menyelesaikan permasalahan (mulai dari masalah Eksternal hingga Virus Merah jambu), belajar memurnikan Cinta, belajar berkorban (dari Isi kantong hingga korban perasaan), dan belajar memaknai bahwa hidup dalah proses pembelajaran.
^_^
Fhuh...ketika aku lulus dari POLNES nanti aku pasti sangat merindukan masa itu. Jariku bergerak lagi..
Di sana kami bersama-sama belajar banyak hal, karena itu cerita dan persaudaraan ini akan tetap terkenang dan tersimpan rapi dalam ruang hati yang telah kutata khusus untuk orang-orang yang aku sayangi, dan sesekali akan kutengok untuk kembali menguatkan semangat yang kadang melemah.
Karena semua ini proses, maka proses ini tak boleh berhenti. Kampus adalah proses pembelajaran awal, dan masyarakat adalah proses pembelajaran yang sesungguhnya.
Untuk Pengurus PUSDIMA POLNES Teruslah berjuang mengIslamikan Bumi POLNES, dan bagi kita yang akan meninggalkan kampus POLNES terus lanjutkan perjuangan ini di Ladang Jihad Allah yang lain. Suatu saat kita akan berkumpul lagi di Surga Allah yang abadi bersama para Rasul dan Sahabat.Amien..

26 Juli 2008, di tengah Pusinknya Tugas Akhir dan Kerinduan.(Intifadhah05)